TENGGELAM DALAM TERANG CAHAYA KASIH
Om Avighnam Astu Namo Siddham Sidhirastu Tad Astu
Yanamo Swaha
Om Swastyastu
Bapak-bapak, ibu-ibu, umat se-Dharma yang berbahagia.
Ijinkan sejenak saya memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat berlimpah dari beliau hari ini saya bisa berada
disini untuk membawakan Dharma Wacana yang mengangkat tema tentang Cinta Kasih,
dan lebih khusus saya beri judul yaitu “Tenggelam Dalam Terang Cahaya
Kasih”.
Hadirin umat sedharma yang
berbahagia,
Saat ini kita berada pada jaman dimana umat manusia
dihadapkan pada era yang lebih banyak mempertontonkan keangkuhan, keserakahan,
serta sifat ke-tidak pedulian manusia terhadap sesama. Sangat sedikit sekali
kisah keseharian dari kehidupan kita yang menggambarkan rasa simpati, rasa
senasib sepenanggungan, apalagi hasrat untuk berbagi antara satu dengan yang lainnya.
Jikapun ada frekuensinya relative sangat sedikit. Kalaupun seseorang atau
sebuah lembaga mengadakan kegiatan kemanusiaan, itupun tidak terlepas dari
keinginan untuk menunjukkan identitas, ego, bahkan hanya sekedar skenario untuk
tujuan dibelakang yang ujung-ujungnya hanya untuk kepentingan pribadi.
Akar dari makna Cinta Kasih adalah perbuatan yang
selalu dilakukan untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk kita semua. Di
dasarkan pada pemahaman bahwa kerja yang kita lakukan adalah sebuah kewajiban
yang harus dilaksanakan, serta akan menjadi sangat mulia, tatkala kerja yang
kita lakukan tidak berdasarkan keinginan untuk mendapatkan pamrih yang
berlebihan, ataupun semacam teori berdagang yang hendak diterapkan, karena
selalu mengharapkan keuntungan dari setiap kerja yang dilakukannya.
Di dalam Bhagavat Githa II.47
Karmany eva dikaras te
Ma phalesu kadacana
Ma kharma phala Hetur bhuh
Ma te sango astu akamany
Sebuah pesan yang sangat dalam untuk dicatat didalam
batin semua orang bahwa:
“Engkau berhak melaksanakan tugas dan kewajibanmu,
yang telah ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas semua hasil perbuatanmu.
Jangan menganggap dirimu penyebab hasil kegiatnmu, dan jangan terikat pada
kebiasaan tidak melaksanakan kewajibanmu”.
Kedalaman pesan Githa tadi mensyaratkan kita akan
sebuah kewajiban yang jangan pernah ditinggalkan, apalagi kesempatan berbuat
yang diberikan kepada kita adalah sebuah usaha untuk membuat hidup kita lebih
bermanfaat untuk orang banyak, maka tiada dalil lain yang dapat membantahnya
bahwa ini semua harus kita jalankan. Terlepas dari hasilnya nanti bukanlah
menjadi target utama, melainkan menenggelamkan diri, dalam sebuah proses
menggetarkan diri, tersentuh oleh kasih yang suci adalah kemuliaan tiada tara.
Karena proses jauh lebih penting dari pada hanya sekedar hasil.
Bapak/ibu, umat se-Dharma yang berbahagia,
Bhagavat Githa
II.70
Apuryamanam acalya prasistam
Samudram apah prawicanti yadwat
Tadwat kama yan prawicanti sarwe
Sa santim apnoti na kama-kami
“Hanya orang-orang yang tidak terpengaruh oleh arus
keinginan, yang mengalir terus menerus yang masuk bagaikan sungai-sungai
kedalam lautan, yang senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang untuk mencapai
kedamaian bukan orang-orang yang berusaha mengisi keinginan itu yang dapat
mencapi kedamaian”.
Adakalanya perbuatan-perbuatan manusia digerakkan oleh
sebuah mesin diktator bernama keinginan. Tatkala mesin ini diberikan kesempatan
untuk berkuasa maka sebuah gerbang kegelisahan telah terbuka, menunggu untuk
menjadikan carut-marut lingkaran perjalanan hidup. Belajar dari pesen-pesan
penuh makna nilai kasih saynag ini, saya mohon kepada para hadirin untuk
sejenak membuka ruang hati masing-masing untuk sebuah pembelajaran tentang
Cinta Kasih dari sekuntum bunga yang slalu hadir disekitar kita.
Ada 4 pesan yang ingin dititipkan kebatin kita semua
oleh Sang BUNGA yaitu :
- 1. Bunga selalu
berusaha menuju dan mengarah ke atas,
Setiap perjalanan rohani seharusnya membuat kita
semakin bergerak maju, mengurangi beban-beban keinginan duniawi, sehingga
membuat langkah kita semakin ringan hingga pada akhirnya membawa kita keatas
menuju perdamaian. Bunga sudah melakukannya bahkan diranting yang terendahpun
bunga selalu berusaha untuk mengarahkan dirinya keatas, seolah-olah berpesan,
“Lepaskanlah bebanmu, egomu, mari kita bergerak untuk maju”.
- 2. Bunga selalu
memancarkan aroma keharuman
Tak terbantahkan bahwa sebagian besar dari bunga
memancarkan aroma keharuman, tidak perduli apakah dia tumbuh di sawah, di
ladang, di pinggir jalan, atau bahkan di pinggir got sekalipun bunga tidak
tergoyahkan. Dengan tangan kanan atau tangan kiri digunakan untuk memetik bunga
tadi lagi-lagi bunga tak terpengaruh, dia selalu hadir dengan keharuman yang
sempurna.
1. 3.
Bunga tidak pernah menuntut dan tidak mengeluh
Kehidupan semestinya berubah, karena tiada yang kekal
kecuali perubahan itu. Tatkala bunga harus digantikan keberadaannya oleh buah
maka bunga menunjukkan sebuah pelajaran yang tak ternilai, yaitu “Jangan pernah
mengharapkan kehidupanmu berjalan sesuai dengan keinginanmu, tatkala
kebahagiaan datang bersiaplah menerima penderitaan diputaran waktu berikutnya”.
Bunga tidak pernah menuntut dan tidak mengeluh ketika posisinya harus
digantikan oleh buah.
- 4. Pelajaran
terakhir dan paling utama dari bunga, yaitu:
Bahwa manakala dia harus gugur dan rontok ke tanah,
sebuah pengorbanan besar tanpa pamrih ia lakukan, yaitu dengan membiarkan
dirinya hancur terurai, kemudian menjadi pupuk penyubur bagi tanaman yang ada
disekitarnya. Pesan penuh makna nilai kasih sayang ini hendak disampaikan
kepada kita yang hidup ini, bahwa manakala dalam keadaan serba kekurangan,
bahkan ketika penderitaan datang dia masih sempat membuat hidup lebih
bermanfaat untuk makhluk lain. Nah, pertanyaannya adalah: “Adakah diantara kita
yang bersedia mengikuti langkah Sang Bunga tadi?”.
Para hadirin yang terkasih,
Di dalam diri kita sudah ada bibit kasih sayang dan
kedamaiaan, perjalanan latihan bergerak semakin sempurna. Ketika manusia dalam
kesehariannya rajin menyirami bibit kasih sayng dan kedamaiaan, serta berhenti
menyirami bibit kebencian dan kemarahan. Satu-satunya jalan adalah dengan
mempraktikkan akan damainya sebuah “Cinta Kasih”. Dia bisa seteguh karang dan
se-menyentuh embun pagi yang sejuk dan menyegarkan. Berangkat dari
sentuhan-sentuhan hangat kasih sayang, tidak seharusnya kita saling membenci,
dan tidak mesti ada persaingan dengan menyakitai yang lainnya. Bila bibit kasih
yang kita tanam kemudiaan diairi dengan siraman keikhlasan, serta di pupuk
dengan keheningan, maka suatu saat akan mekar bunga-bunga kebahagiaan sejati
(Sat cit Ananda) selanjutnya akan bermunculan buah-buah kebebasan tanpa
keterikattan.
Umat se-Dharma,
Jika manusia ingin menikmati kebahagiaan yang langgeng
maka dia harus menemukan sumber dari kebahagiaan tersebut, dan sumber itu
adalah kasih. Di dunia ini tiada yang lebih Agung daripada kasih. Segala
sesuatu tentu ada harganya. Harga yang harus di bayar untuk menikmati
kebahagiaan sejati adalah dengan kasih yang suci, tanpa kasih tidak ada objek
yang memberikan kebahagiaan sejati. Oleh karena itu harta utama manusia adalah
kasih. Setiap orang harus berusaha untuk memperoleh harta ini, karena dengan
harta ini manusia dapat menikmati kebahagiaan sejati. Kasih Tuhan atau kasih
yang suci ini, jangan dianggap sebagai sesuatu yang “Adikodrati” atau “Asing
bagi manusia”, ubahlah kebencian menjadi kasih, ubahlah kemarahan menjadi
kasih, bila hati manusia penuh dengan kasih maka seluruh dunia akan menjadi
menyenangkan.
Di dalam Atharwa Veda 10.6.1
Arartiyobratyasa duhardo dwisatah
sirah api vriscamyojasa
“Aku dengan kekuatan-Ku, akan menghancurkan
orang-orang yang memiliki sifat rakus, tidak bersahabat, berhati yang jahat,
dan membenci orang lain”.
Dalam konsep Veda sudah dibahas dengan jelas “Vasudaiva
Khuthumbakam” bahwa seluruh dunia adalah sebuah keluarga besar, sehingga kita
harus hidup dalam persaudaraan. Dua jenis hubungan akan berjalan lancer di
dunia ini, yang pertama: apabila hubungan tersebut dijalankan atas dasar
Dharma. Seperti hubungan antara orang tua dengan anak, persahabatan, dan
pemimpin dengan rakyatnya. Apabila kita menjalankan hubungan-hubungan tersebut
atas dasar “Dharma” maka dia akan memberikan kebahagiaan dan kedamaian. Tetapi,
apabila kita menjalankan hubungan tersebut atas dasar Artha dan Kama, maka
hubungan itu tidak akan bisa berjalan lama, sehingga suatu saat dia pasti akan
putus. Seperti halnya pada jaman sekarang, hampir semua Negara ingin
menjalankan hubungan atas dasar (ekonomi) atau Artha, dan hanya ingin mencari
keuntungan. Hubungan seperti ini tidak akan bisa berjalan lama karena hanya
berdasarkan keuntungan. Demikian pula hubungan yang dijalankan atas dasar Kama.
Kebencian adalah sumber kehancuran, contohnya
Duryudana dalam seluruh hidupnya membenci Pandava, sehingga kebencian itu
menghancurkan dirinya sendiri. Seseorang yang membenci orang lain, pertama-tama
akan menghancurkan kesehatannya, kemudian akan kehilangan kehormatan di dalam
masyarakat. Oleh karena itu kita harus berbahagia melihat kemajuan orang lain.
Bukan malah sebaliknya, membenci mereka. Apabila manusia memiliki sifat rakus,
tidak bersahabat, berhati yang jahat, dan membenci orang lain, maka Tuhan akan
memberikan hukuman sehingga suatu saat dia pasti akan dihancurkan. Tetapi
apabila sebaliknya, apabila seseorang membantu orang lain maka seluruh umat
manusia akan hidup dalam persaudaraan, dengan hati yang penuh dengan “Prema”
(Cinta Kasih), dan menganggap semua makhluk adalah sama, maka dia akan di
berikan kebahagiaan dalam proses menuju kesempurnaan.
Para hadirin yang terkasih,
Kasih merupakan sifat dasar dan alami dari manusia..
Nah,maka dari itu timbulah satu lagi pertanyaan mendasar untuk kita semua yang
hadir disini, “Setujukah bapak-bapak, ibu-ibu, dan umat se-Dharma yang hadir
disini, bahwa dengan cinta membuat kita hidup sampai saat ini?” “Atau, adakah
yang mencoba untuk membantahnya?”.
Demikian tadi Dharma Wacana yang dapat saya hadirkan,
di hadapan bapak-bapak, ibu-ibu, dan umat se-Dharma yang hadir disini.
Tentunya, tersirat di dalam lubuk hati yang paling dalam akan sebuah harapan
agar kiranya Dharma Wacana ini bisa menjadi bahan perenuangan untuk kita semua
yang hadir di sini, paling tidak apa yang menjadi judul dari materi tersebut
bisa terwujud, dengan mengajak semua yang hadir disini untuk sejenak,
“Tenggelam dalam terang cahaya kasih”. Terima kasih atas perhatiaannya, mohon
maaf yang setulus-tulusnya apabila terdapat kesalahan baik materi, kata-kata,
maupun penyampaian semua ini. Mohon ijin saya akhiri dengan Parama Santi.
-Om Santi, Santi, Santi, Om-
0 Komentar untuk "dharma wacana TENGGELAM DALAM TERANG CAHAYA KASIH"